Nikuba Buatan WNI Bisa Ubah Air Jadi Bahan Bakar Kendaraan – Alat pengkonversi air menjadi bahan bakar bernama Nikuba kembali menuai sorotan publik. Nikuba ramai dibahas lagi setelah muncul kabar pabrikan otomotif asal Italia yakni Ferrari dan Lamborghini melirik alat tersebut.
Nikuba mulai viral depo 25 bonus 25 To 5x dibahas sebagai inovasi teknologi sejak pertengahan tahun 2022 lalu. Alat asal Cirebon, Jawa Barat ini diklaim bisa menjadi bahan bakar kendaraan bermotor.
“Pernah dites di motor matic. Untuk perjalanan dari Cirebon ke Semarang, pulang pergi hanya butuh kurang dari satu liter air,” klaim Aryanto Misel, pembuat Nikuba, sebagaimana dikutip dari laman detikOto.
Nikuba Buatan WNI Bisa Ubah Air Jadi Bahan Bakar Kendaraan
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengatakan sudah mengirim tim untuk mengecek Nikuba, alat pengubah air jadi bahan bakar.
Hasilnya, perlu dilakukan riset lanjutan terhadap Nikuba. Namun, BRIN menekankan bahwa pihaknya mendukung inovasi Nikuba.
Bahan, Aryanto Misel sebagai penemu Nikuba bisa menggunakan fasilitas riset dan pengembangan yang dimiliki oleh BRIN, sehingga temuannya bisa dibuktikan secara ilmiah.
“Nikuba sudah kita ketahui sejak tahun lalu dan kami sudah mengirim tim ke sana untuk melihat itu. Dari asesmen link slot gacor tim perlu ada riset lanjutan,” kata Laksana Tri handoko kepada detikOto dikutip Kamis (6/7/2023).
Lantas Apakah Air Benar-benar Bisa Jadi Bahan Bakar Kendaraan?
Meski diklaim telah diterapkan pada beberapa kendaraan, namun konsep air menjadi bahan bonus new member bakar utama kendaraan masih terus dipertanyakan dalam kajian sains.
Sebab, pakar menilai bahwa penggunaan air menjadi bahan bakar kendaraan tidak bisa menggantikan bahan bakar utama yang bisa menggerakkan mesin. Dalam prosesnya, alat penggunaan air dalam bahan bakar tetap membutuhkan aki dan BBM.
Dalam situs Scientific American dijelaskan, alat semacam Nikuba ini yang menempel pada mesin kendaraan pada intinya wild bandito menggunakan elektrolisis untuk memisahkan air (H2O) menjadi molekul komponennya yakni hidrogen dan oksigen.
Kemudian menyuntikkan hidrogen yang dihasilkan ke dalam proses pembakaran mesin untuk menyalakan kendaraan bersama dengan bensin.
Para ahli mengatakan, penggunaan air pada bahan bakar ini bisa membuat bensin terbakar lebih bersih dan lebih sempurna, sehingga membuat mesin lebih efisien.
Tetapi mereka juga mengatakan bahwa persamaan energi pada jenis sistem ini pada kenyataannya tidak efisien sama sekali.
Cara Kerja Nikuba
Pertama, proses elektrolisis menggunakan energi, seperti listrik di rumah atau baterai mobil terpasang, untuk beroperasi.
“Berdasarkan hukum alam, sistem menggunakan lebih banyak energi untuk membuat hidrogen daripada yang dapat disuplai oleh hidrogen yang dihasilkan itu sendiri,” kata Dr. Fabio Chiara, ilmuwan peneliti dalam pembakaran alternatif di Pusat Penelitian Otomotif di Ohio State University.
Kedua, kata Chiara, jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan kendaraan juga jauh lebih besar, karena melibatkan dua proses pembakaran (bensin dan hidrogen).
Terakhir, ada pertimbangan keamanan bagi konsumen yang menambahkan perangkat ‘air sebagai bahan bakar’ ke kendaraannya.
“H2 adalah gas yang sangat mudah terbakar dan mudah meledak. Memerlukan perawatan khusus dalam pemasangan dan penggunaannya,” ungkap Chiara.
Jadi bisa dikatakan, air sebagai bahan pengganti BBM yang utama untuk menggerakkan kendaraan, sejauh ini belum ada teknologinya.
Adapun untuk penggunaan alat yang bisa menggunakan air sebagai bahan bakar bersamaan dengan bensin, memang bisa membuat mesin kendaraan lebih efisien. Namun, memiliki pembuangan energi yang tidak efisien.
Fokus Penggunaan Hidrogen untuk Bahan Bakar
Maka dari itu, untuk saat ini para peneliti lebih fokus pada penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar alternatif kendaraan, yang hanya akan mengeluarkan air dari pipa knalpot.
Sejauh ini, pandangan terhadap kendaraan berbahan bakar hidrogen mendapatkan daya tarik, tetapi komersialisasi bahan bakar hidrogen belum tercapai.
“Potensi manfaat sel bahan bakar sangat signifikan. Namun, banyak tantangan yang harus diatasi sebelum sistem sel bahan bakar menjadi alternatif yang kompetitif bagi konsumen,” kata para peneliti di Laboratorium Energi Terbarukan Nasional (NREL) Departemen Energi Amerika Serikat.